Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. (kutipan
“http://id.wikipedia.org/”) dimana dengan kata lain sebenarnya RUU ITE di
Indonesia merupakan salah satu pengaman sebagai CyberLaw atau ketentuan hukum
yang digunakan untuk melakukan pengawasan dan penindakan yang berhubungan
dengan kasus tindak kriminal yang menggunakan media dunia maya, perkembangan IT
dan teknologi dalam melakukan kejahatannya (CYBER CRIME).
Dalam rancangannya pada tahun 2001
RUU ITE dibagi menjadi dua bagian, yaitu
pengaturan mengenai informasi & transaksi elektronik dan pengaturan
mengenai perbuatan yang dilarang dengan mengacu pada beberapa instrumen
internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law
on eSignature. Dan juga dalam rancangannya RUU ITE memuat beberapa hal yang
akan dijadikan patokan dalam perancangan RUU ITE, antara lain yaitu masalah
masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara
e-commerce, azas persaingan usaha-usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen,
azas-azas hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan Hukum Internasional serta
azas Cybercrime. Dan dalam perkembangannya RUU ITE ini dibuat oleh para
akademisi dan para pakar yeng berasal dari dua Universitas yaitu dari
Universitas Padjajaran dan Universitas Indonesia dan akhirnya setelah perumusan
yang cukup lama, pada sekitar tahun 25 Maret 2008, RUU ITE akhirnya disahkan
menjadi UU ITE oleh DPR. Dan disini dalam UU ITE ada pasal-pasal yang dititik
beratkan dalam pengawasan dan penindakan yang digunakan untuk mengawasi dan
menjaga masyarakat agar terhindar dari cyber crime, yaitu :
1. Tanda tangan
elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional
(tinta basah dan bermaterai).Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines
(pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
2. Alat bukti
elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
3. UU ITE berlaku untuk
setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah
Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
4. Pengaturan Nama
domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
5. Perbuatan yang
dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
• Pasal 27 (Asusila,
Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
• Pasal 28 (Berita
Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
• Pasal 29 (Ancaman
Kekerasan dan Teror)
• Pasal 30 (Akses
Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
• Pasal 31 (Penyadapan,
Perubahan, Penghilangan Informasi)
• Pasal 32 (Pemindahan,
Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
• Pasal 33 (Virus, DoS)
• Pasal 34 (tentang
penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device)).
• Pasal 35 (Pemalsuan
Dokumen Otentik / phishing)
Namun apakah didalam
pengimplementasian setelah pengesahan tersebut sudah berjalan secara maksimal
??? menurut analisis saya belum.
UU ini baru fokus dan
booming serta digunakan oleh kominfo hanya untuk menjerat dan mengamankan
situs-situs dan penyebaran konten porno saja, serta didalam penyelenggaraannya
membutuhkan waktu yang lama dalam menghukum dan mencari pelaku, penyebar, dan penggunggah
konten-konten tersebut.
Masih banyak beberapa
pasal karet yang dalam pengimplementasiannya belum bisa menyentuh dan
menganilisa serta menghukum para pelaku, salah satunya adalah pasal 33 tentang
virus, dimana padahal dalam era TI yang sudah cukup berkembang di Indonesia,
resiko penyisipan virus kedalam suatu file semakin tinggi, dan para pelaku
penyisipan ini belum bisa di lacak dan disentuh karena kemungkinan keterbatasan
teknologi, perangkat dan SDM yang dapat melacak para pelaku.
Dan kurangnya respon
dari para penegak hukum mengenai Penghinaan yang diatur dalam Pasal 27, dimana
penegak baru bergerak ketika ada laporan, padahal seharusnya ada suatu
mekanisme dimana , penyidik dapat melakukan pergerakan dan melakukan penahanan
apabila terdapat pelanggaran yang tertuang dalam UU ITE, salah satunya adalah
kasus tweet penghinaan yang selalu diumbar FARHAT ABBAS pada sosial media yang
secara tidak langsung membuat para pengguna sosial media tersebut gerah dan
merasa terganggu dan sudah menyalahi dan melanggar Pasal 27.
Kurangnya penanganan
dan perlindungan yang diberikan kepada konsumen dalam pembelian barang atau
bisnis B2C atau C2C yang lagi ngetrend pada saat ini. Ya bisnis online shop
merupakan bisnis paling booming dan ngetrend pada saat ini, namun
permasalahnnya biarpun sudah ada pasal yang mengatur mengenai transaksi bisnis
di dunia maya, namun pasal tersebut belum melindungi konsumen secara penuh,
karena apabila terjadi penipuan atau konsumen merasa tertipu dalam proses
transaksi di online shop, konsumen merasa bingung mau mengadu kemana, dan pasti
hanya bisa ngedumel saja sembari mengancam si olshop agar mau mengembalikan
uang si konsumen, dan ini merupakan sebuah pembuktian bahwa sebuah pasal UU ITE
yang dibentuk belum tentu dapat melindungi masyarakat secara penuh karena tidak
adanya fasilitas pengaduan yang memadai untuk kasus penipuan olshop pada saat
ini.
Dan berdasarkan contoh
analisis diatas, saya berharap semoga semua pasal yang tertuang dapat di
implementasikan dengan baik dan diperlukan lagi revisi UU ITE pada pasal-pasal
yang point-pointnya belum kuat dalam melindungi hak masyarkat, serta saya
berharap adanya revisi pada pasal UU ITE atau istilahnya Hak istimewa dimana
polisi dapat melakukan penindakan tanpa adanya laporan apabila dirasa konten
atau sesuatu hal yang dilakukan seseorang dalam dunia maya sudah meresahkan dan
membawa dampak buruk di masyarakat. Serta lakukan revisi pasal-pasal krusial
seperti penyebaran konte, virus, penghinaan, penipuan, perjudian, dan
penyalagunaan perangkat IT untuk kejahatan agar direvisi dengan hukuman yang
cukup berat minimal 15 tahun untuk membuat efek jera. Serta dibuatnya forum
pengaduan penipuan terhadap jasa OLSHOP dan bekerja sama langsung dengan polisi
untuk penindakan sehingga para konsumen merasa terlindungi dan terjamin
keamanannya dalam bertransaksi melalui OLSHOP.
UNDANG-UNDANG NO.19
Tentang Hak Cipta dan Contoh Kasus beserta Analisisnya
Hak cipta (lambang
internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi
tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu
ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk
membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak
cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada
berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan
tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya
koreografis (tari, balet,dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara,
lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan
televisi, dan ( dalam yurisdiksi tertentu ) desain industri.
Hak cipta merupakan
salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara
mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan
hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak
monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang
melakukannya. Dan untuk hak cipta sendiri di Indonesia diatur dalam UU no. 19
dan dibagi dalam dua ketentuan yaitu Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi
(economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral
adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat
dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak
Terkait telah dialihkan.
Perlindungan Hak Cipta
tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki
bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan
yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan
itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Undang-undang no. 19 memuat beberapa
ketentuan baru, antara lain, mengenai:
Database merupakan
salah satu Ciptaan yang dilindungi;
Penggunaan alat apa pun
baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran
produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio, media
audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi;
penyelesaian sengketa
oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif pe nyelesaian sengketa;
penetapan sementara
pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak.
batas waktu proses
perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga
maupun di Mahkamah Agung;
pencantuman hak
informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
pencantuman mekanisme
pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana
produksi berteknologi tinggi;
ancaman pidana atas
pelanggaran Hak Terkait;
ancaman pidana dan
denda minimal;
ancaman pidana terhadap
perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara
tidak sah dan melawan hukum.
Dan berikut ini adalah beberapa kasus yang
berhubungan dengan hak cipta :
1. mengenai pembajakan cd dan software
pemograman.
Jakarta – Penyidik PPNS
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bersama BSA (Business Software
Association) dan Kepolisian melaksanakan Penindakan Pelanggaran Hak Cipta atas
Software di 2 tempat di Jakarta yaitu Mall Ambasador dan Ratu Plasa pada hari
Kamis (5/4). Penindakan di Mall Ambasador dan Ratu Plaza dipimpin langsung oleh
IR. Johno Supriyanto, M.Hum dan Salmon Pardede, SH., M.Si dan 11 orang PPNS
HKI. Penindakan ini dilakukan dikarenakan adanya laporan dari BSA (Business
Software Association) pada tanggal 10 Februari 2012 ke kantor Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang mengetahui adanya CD Software Bajakan
yang dijual bebas di Mall Ambasador dan Ratu Plaza di Jakarta. Dalam kegiatan
ini berhasil di sita CD Software sebanyak 10.000 keping dari 2 tempat yang
berbeda.
CD software ini biasa
di jual oleh para penjual yang ada di Mall Ambasador dan Ratu Plasa seharga
Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli software ini bisa mencapai
Rp.1.000.000 per softwarenya. Selain itu, Penggrebekan ini akan terus
dilaksanakan secara rutin tetapi pelaksanaan untuk penindakan dibuat secara
acak/random untuk wilayah di seluruh Indonesia. Salmon pardede, SH.,M.Si selaku
Kepala Sub Direktorat Pengaduan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
mengatakan bahwa “Dalam penindakan ini para pelaku pembajakan CD Software ini
dikenakan pasal 72 ayat 2 yang berbunyi barang siapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau brang
hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan tidak menutup
kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka
diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan”.
2. Kasus pelanggaran Hak cipta yang
dilakukan oleh tempat karaoke Inul vizta
Business karoke di
indonesia semakin hari semakin banyak, namun ternyata business karaoke pun
mempunyai ijin yang rumit karena berhubungan dengan karya cipta seseorang yang
dipakai dalam business tersebut. Dan sekitar tahun 2013 ada kasus dimana pihak
inul vizta digugat oleh pihak KCI, karena Kci menerima laporan bahwa pihak inul
vizta menyalahi kontrak yang disepakati dalam hal ini adalah royalti yang dibayarkan
oleh pihak inul vista ke KCI untuk para pencipta lagu yang lagunya dipakai oleh
pihak inul vizta tidak sesuai dengan kontrak yang disepakati, dan dalam hal ini
salah satu pencipta lagu yang mengguggat inul vista adalah dedy dores, namun
akhirnya permsalahan ini diselesaikan di pengadilan niaga dan akan dicari unsur
kelalaina dari pihak inul vizta dimana.
3. Para Artis Penyanyi mendatangi kantor
Haki
Dimana para artis ini
merasa cd-cd bajakan lagu-lagu milik mereka semakin hari semakin banyak sehingga
album yang mereka buat dan jual secara resmi menjadi tidak laku dan mengurangi
royalti yang diterima oleh para penyanyi tersebut “sambu ahmad dhani yang
berbicara mewakili artis penyayi yang lain”.
4. SBS menggugat salah satu media televis
swasta Indonesia
Ya berita terbaru yang
paling hangat saat ini dan menjadi trending topic adalah kasus penayangan dang
penggunaan nama serta judul dan alur drama korea yang ditayangkan oleh sbs dan
ditayangkan oleh salah satu media televisi swasta indonesia dimana salah satu
pemerennya adalah Nikita willy. Dimana dalam kasus ini pihak SBS sedang mencari
cara menggugat media televisa atas penayangan dan penjiplakan drama yang sama
versi indonsia, namun pihak media televisi swasta tersebut berdalih sudah
mendapatkan lisensi dan ijin pembuatan drama yang sama oleh pihak sbs, dan
sampai sekarang kasus ini masih bergulir.
Analisa :
Dari kasus 1-3 disini
adalah karena kurangnya pengawasan oleh dinas yang terkait dalam melakukan
pengawasan terhadap hak cipta selama ini, dimana terkesan adanya pembiaran,
sehingga masyarakat menjadi terbiasa menggunakan barang bajakan, yang
sebenernya dalam hal ini akan merugikan pihak pembuat karena karya mereka tidak
diapresiasi dengan baik dan berkurangnya royalti yang didapat.
Lemahnya penindakan,
padahal bukti kasus pembajakan dan pelanggaran hak cipta sudah ada, namun pihak
yang bertanggung jawab dalam hal ini terkesan lamban dan akhirnya fenomena
tersebut menjadi gung es dan apabila sudah terekspose dan menjadi buah bibir
baru mereka pada action.
Pasal hukuman yang di
terapkan kurang berat, karena disini hanya denda saja yang diperberat namun
pasal pidanan tidak, sehingga tidak akan membuat efek jera terhadap pelaku.
Perlunya adanya
kolaborasi antara UU hak cipta dengan UU ITE, dimana dengan ini maka akan
melindungi para seniman (sebutan yang saya berikan) agar karya-karya mereka
terlindungi juga didunia maya sehingga Indonesia tidak menjadi negara dengan
potensi pembajakan karya cipta terbesar versi Badan Hak cipta Amerika.
Dan berikut adalah
Asosiasi Badan Hak cipta yang diakui dan disahkan di Indonesia yang mengawasi
dan menjadi rumah bagi para seniman yang membuat suatu karya.
KCI : Karya Cipta
Indonesia
ASIRI : Asosiasi
Industri Rekaman Indonesia
ASPILUKI : Asosiasi
Piranti Lunak Indonesia
APMINDO : Asosiasi
Pengusaha Musik Indonesia
ASIREFI : Asosiasi
Rekaman Film Indonesia
PAPPRI : Persatuan
Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
IKAPI : Ikatan Penerbit
Indonesia
MPA : Motion Picture
Assosiation
BSA : Bussiness
Software Assosiation
YRCI : Yayasan
Reproduksi Cipta Indonesia
SUMBER:
http://mayangadi.blogspot.com/2013/05/undang-undang-hak-cipt