Jonathan L. Parapak.
Pernah mendengar nama beliau? Pasti ada yang pernah. Beliau adalah Pembelajar
dan Pelayan Telematika Indonesia (begitu kata buku beliau). Lahir di Tana
Toraja, 12 Juli 1942, beliau telah menempuh banyak pendidikan dan pengalaman
sampai ke tahap seperti sekarang.
Kiprahnya dalam
pengembangan teknologi informasi dan telekomunikasi di Indonesia, tak dapat dilupakan.
Kebesaran PT Indosat tidak dapat
dilepaskan dari sentuhan tangan dingin yang dilandasi ketajaman visi dan prediksinya ke depan. Ia, Jonathan
Parapak, taruk yang bersemi dari Tana
Toraja, pembelajar dan pelayan
telematika Indonesia.
Sejak awal Jonathan
Parapak menyadari bahwa kemajuan teknologi informasi tidak hanya mempermudah komunikasi
serta mempercepat penyebaran informasi,
melainkan juga memiliki nilai strategis secara ekonomis dan
politis. Lancarnya komunikasi dan
informasi yang tidak lagi dibatasi oleh faktor geografis, memiliki sumbangan besar
dalam mempersatukan bangsa. Visi
itulah yang telah memotivasi Parapak untuk bekerja tak kenal lelah mengembangkan dunia informasi dan
telekomunikasi demi bangsanya.
Inti pernyataan ini
dipetik dari uraian Dr. Radius Prawiro dalam kata pengantar buku Pembelajar &
Pelayan, yang diterbitkan Institut Darma
Mahardika, dalam rangka HUT ke-60 Jonathan Parapak, 12 Juli 2002.
Parapak sendiri
mengganggap pernyataan itu terlalu membesarkannya. Bahkan saat berbincang dengan wartawan Tokoh
Indonesia, di kediamannya Jalan
Teuku Umar 14 Jakarta, ia merasa belum berbuat ‘apa-apa’ dibanding yang lain sehingga belum pantas digelari
tokoh terkemuka Indonesia. Ia pun
merasa tidak berkepentingan profilnya sebagai tokoh ditampilkan di
Ensiklopedi Online Tokoh Indonesia. Padahal kenyataan (sesungguhnya), di mata banyak orang, ia telah berbuat
banyak di sekitar teknologi, manajemen,
birokrasi dan sumber daya manusia, terutama dalam pengembangan
telematika di Indonesia. Sehingga
tidak heran bila banyak orang ingin belajar dari pengalaman Jonathan Parapak.
Ia memang seorang yang
rendah hati. Sebagaimana dituturkan Radius Prawiro, Jonathan Parapak adalah sosok ideal
seorang intelektual sejati sekaligus
pekerja profesional yang tangguh. Ia seorang pembelajar sekaligus
juga seorang pelayan. Ia berusaha
membelajarkan masyarakat, namun tidak
kehilangan minatnya untuk senantiasa belajar. Dengan penuh semangat,
ia selalu membuka diri terhadap
teknologi baru. Karyanya selama lebih dari sepuluh tahun sebagai Presiden Direktur
PT Indosat, diakui, bukan saja
oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga oleh dunia.
Ia telah berhasil
membuktikan komitmennya sebagai seorang pembelajar dan pelayan, baik dalam kapasitasnya
sebagai manajer profesional dalam dunia
usaha, maupun sebagai birokrat dalam pemerintahan. Melalui berbagai seminar dan ceramah-ceramah yang
diberikannya ia berusaha membentuk
kader-kader bangsa dan kader-kader Gereja yang visioner serta sadar
akan misi lebih luas yang
diembannya. Jauh dari rasa gamang, ia menatap jauh menuju masa depan bangsa Indonesia
modern yang memiliki cakrawala lebih
luas. Hal tersebut tidak hanya dilakukan di kalangan profesional, melainkan juga bagi masyarakat luas.
Ia sosok pelaku teknologi
yang visinya sangat jelas dalam kaitan dengan peranan teknologi untuk pembangunan
bangsa dan negara serta peningkatan
kesejahteraan manusia. Dalam berbagai makalah, Parapak berulang
kali menegaskan peran strategis
teknologi, khususnya teknologi telekomunikasi dan informasi untuk pembangunan
politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan.
Ia meyakini peran yang
sangat vital dari sistem komunikasi satelit untuk mempercepat persatuan Indonesia. Ia
menjadi penggagas visi Nusantara 21,
visi bangsa Indonesia di sektor telekomunikasi dan informasi dalam memasuki abad ke- 21. Untuk meyakinkan
bangsa Indonesia bahwa kemajuan,
kesejahteraan, daya saing dan kejayaan Indonesia di abad ke-21 sangat ditentukan oleh kesiapan dan kemampuan
mewujudkan masyarakat berbasis ilmu
pengetahuan, melalui pemanfaatan dan pengembangan teknologi informasi
dan komunikasi.
Ia pula salah satu
pemula konsep pembangunan Telematika di Indonesia, dan menjadi pimpinan berbagai kelompok yang
sangat peduli dengan peran
telematika dalam mewujudkan knowledge based society di Indonesia.
Sebagai pelaku
teknologi pada berbagai tataran, baik tingkat kebijaksanaan maupun regulasi operasi dan industri,
Parapak telah memberikan berbagai
gagasan segar dan baru, bagaimana memanfaatkan dan mengembangkan
teknologi untuk kesejahteraan
manusia. Ia telah berperan dalam reformasi sektor telekomunikasi di Indonesia. Ia juga telah
membuktikan bahwa putra-putri
Indonesia tidak kalah dari bangsa manapun di dunia ini dalam
pengelolaan bisnis berteknologi
tinggi. Parapak telah membuktikan bagaimana mengelola usaha bisnis berteknologi canggih
secara profesional, bersih, dan
menghasilkan kinerja yang baik.
Ia juga pernah menjadi
bagian dari birokrasi melalui jalur yang khas. Ia menjadi Direktur Utama PT Indosat
(BUMN) dan Sekjen Deppparpostel. Walau demikian, ia tidak larut dalam birokrasi BUMN dan pemerintahan,
melainkan berusaha mengedepankan kultur baru yang berorientasi pada layanan terbaik
kepada masyarakat. Selama menjadi
bagian dari birokrasi pemerintahan, ia berusaha menciptakan
lingkungan kerja, kekaryaan dan
pelayanan yang cepat, tidak birokratis dan transparan.
Selama bekerja di
birokrasi pemerintahan, ia ikut serta dalam berbagai langkah reformasi kebijaksanaan dan
regulasi. Seperti deregulasi sektor
telekomunikasi yang membuka peluang bagi para pelaku swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan
telekomunikasi. Ia ikut mendorong proses
yang transparan dalam pemberian izin, seperti diadakannya tender
terbuka mitra KSO. Ia ikut
mendorong proses desentralisasi dan pemberian kewenangan kepada daerah, dengan
mentransfer kewenangan perizinan
pariwisata ke daerah tingkat I dan II. Ia ikut memulai partisipasi
yang lebih luas dari swasta dan
masyarakat dalam penyusunan berbagai kebijakan dan regulasi, misalnya penetapan tarif
telepon.
Sejak mengikuti Kursus Reguler
Lemhannas 1984, ia juga sudah memulai dan
mengampanyekan dikembangkannya Sistem Informasi Manajemen Nasional
(Simnas), yang seharusnya sudah
merupakan cikal bakal dari e-government di era internet. Parapak meyakini bahwa untuk dapat
memberikan layanan terbaik kepada
masyarakat, diperlukan kader-kader birokrat yang kompeten, ahli dan termotivasi, yang didukung oleh
teknologi terkini dan tepat guna.
Reformasi birokrasi memerlukan reformasi paradigma, reformasi
organisasi, profesionalisasi para
pelaku birokrasi, dukungan sistem informasi dan komunikasi yang andal, terkini dan
tepat guna.
Kalau masyarakat kita
marak memperbincangkan Indonesia baru yang ingin diwujudkan melalui reformasi total,
Jonathan Parapak, walaupun sadar akan
pentingnya reformasi di sektor politik, hukum, ekonomi, dan
pemerintahan, meyakini bahwa semua
itu tidak dapat dilepaskan dari SDM berkualitas yang profesional di segala bidang. Karena
itu, ia gigih memperjuangkan
diberinya kesempatan kepada sebanyak mungkin anak bangsa untuk
mendapatkan pendidikan formal,
magang, dan pelatihan, agar hadir tenaga-tenaga profesional yang andal dan
berkualifikasi internasional.
Di Indosat, Parapak
memberi perhatian khusus pada pelatihan profesional, pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
baik di dalam maupun di luar
negeri. Di Departemen Parpostel ia mencari tenaga profesional dari ITB,
UI dan lain-lain, kemudian
disekolahkan ke luar dan dalam negeri. Ia memulai program magang di PT Indosat dan banyak
melibatkan diri dalam pelatihan
profesional bagi tenaga-tenaga muda.
Sekitar Hutan Masa
kecil Jonathan Parapak — di tempat kelahirannya ia dipanggil Limbong —
banyak diwarnai kehidupan sekitar hutan di tempat tugas ayahnya, Kanaka’ Palinggi. Mulai dari ketika ia
masih dalam kandungan ibunya, Ny.
Sule Palinggi. Ketika itu ayahnya bertugas sebagai pegawai Jawatan Kehutanan di desa terpencil yang hanya
mungkin dijangkau dengan berjalan
kaki atau naik kuda yakni Desa Limbong, Rongkong, Kecamatan Salu
Tallang, Kabupaten Luwu, Sulawesi
Selatan. Saat terjadi gangguan keamanan di sekitar desa itu. Kondisi keamanan itu
memaksa ibu yang tengah hamil tua,
mengandung Parapak itu, harus meninggalkan gubuk dinas sederhana di
tepi hutan, dengan menerobos jalan
hutan beberapa hari untuk kembali ke daerah asal di Desa La’bo’, dekat Rantepao,
Kabupaten Tana Toraja.
Sang Ibu tentulah
sangat kelelahan. Juga digigit lintah hutan. Hampir tak berdaya. Namun berkat Tuhan, akhirnya
sampai juga di La’bo’. Berselang
beberapa hari, tepatnya tanggal 12 Juli 1942, Sang Ibu melahirkan
seorang bayi laki-laki, diberi
nama Limbong, untuk mengenang desa terpencil tempat tugas ayahnya itu.
Selain akrab dengan
hutan, masa kecil Limbong banyak diwarnai kehidupan di desa, di sekitar sawah, bermain
menggembalakan kerbau, memancing, bahkan
ikut membantu keluarga bekerja di sawah.
Keluarga Kanaka’
Palinggi, semula adalah pemeluk agama suku yang dalam bahasa Toraja disebut Alukta (Aluk
Todolo). Kemudian keluarga itu
memutuskan untuk masuk agama Kristen di Rongkong sebelum Limbong lahir. Limbong sendiri baru dibaptis pada
1949, dan diberi nama baptis Jonathan,
yang dalam keluarga dipanggil Nathan.
Sekolah bagi Nathan,
merupakan perjuangan berat karena jarak yang harus ditempuh, faktor ekonomi dan keamanan,
baik di desa maupun sesudah pindah
ke kota kecil Rantepao. Seusai jam sekolah ia giat menggembalakan
kerbau, ikut bekerja di sawah, dan
juga melaksanakan berbagai tugas dalam keluarga. Nathan mulai sekolah pada umur 7 tahun
di Desa Ulusalu, kemudian pindah ke
Desa La’bo’. Kemudian ke kota kecil Rantepao.
Pembelajaran di sekolah
dilaluinya dengan penuh keprihatinan akibat dukungan ekonomi yang terbatas, situasi
keamanan dan kualitas pengajaran
yang jauh dari memadai. Ia belajar praktis tanpa buku, tanpa lampu,
sampai memasuki Sekolah Menengah
Atas di Rantepao.
Untuk sedikit
meringankan beban ekonomi, jiwa wiraswastanya mulai muncul saat masih di SMP. Dalam skala amat
kecil, ia berdagang ayam, pisang dan
gula-gula (permen). Namun semua
tantangan itu tidak menyurutkan tekadnya
untuk belajar. Ia memang dikaruniai Tuhan kecerdasan sehingga pelajaran tidak menjadi beban. Nathan tamat
Sekolah Rakyat (kini Sekolah Dasar), dan
Sekolah Menengah Pertama dengan hasil yang baik sehingga dapat melanjut
ke Sekolah Menengah Atas yang baru
dibuka di Rantepao ketika itu.
Keadaan sekolah cukup
memprihatinkan. Tidak ada guru tetap, semua adalah pengerahan tenaga mahasiswa (PTM),
ruangan kelas dibentuk dari aula yang
dipinjam. Nathan belajar di SMA di Rantepao sampai kelas II. Untuk
kelas III, oleh kakak ipar ia
diantar ke Makassar untuk menyelesaikan pelajaran di SMA Negeri Bawakaraeng. Dia lulus
SMA tahun 1961 dengan hasil baik,
walaupun ia selama setahun di Makassar tinggal di asrama yang
kurang terurus, makanan sangat
kurang dan lingkungan tidak terlalu mendukung untuk belajar dengan baik.
Selepas dari SMA,
Nathan diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada waktu yang
bersamaan ia mengikuti proses
seleksi beasiswa Colombo Plan. Ternyata Nathan terpilih dan ia bersama beberapa mahasiswa lainnya berangkat ke
Australia, November 1961.
Keberangkatan ke
Australia, tidak pernah menjadi cita-cita apalagi menjadi rencananya. Dengan berbekal tekad untuk
sukses dan kemampuan bahasa
Inggris yang sangat terbatas, perlengkapan yang jauh dari memadai,
dia menuju arena baru yang secara
budaya amat asing baginya. Ia bersama lebih dari 40 mahasiswa Indonesia
dipersiapkan selama 2 bulan di Sydney.
Kemudian dikirim ke Universitas Tasmania.
Nathan yang tidak
pernah hidup dalam rumah yang diterangi listrik sampai pindah ke asrama di Makassar,
memberanikan diri mengambil jurusan listrik arus lemah (telekomunikasi). Kuliah di
Fakultas Teknik Universitas
Tasmania itu dirasakan cukup berat. Kuliah mulai pukul 09.00 pagi
sampai pukul 13.00 setiap hari,
disambung dengan praktikum dari pukul 14.00 sampai 17.00, sering sampai malam. Di
samping bahasa Inggris yang masih
terbatas, latar belakang tekniknya sebagai anak desa kurang
mendukung. Namun tekadnya untuk
belajar sebaik mungkin tak pernah surut. Nathan menyelesaikan studinya tepat waktu
dengan hasil yang cukup baik. Sehingga
ia diterima melanjutkan studi pada strata II, Program Master of Engineering Science, yang diselesaikan
tepat waktu pula.
Di samping perkuliahan,
ia melibatkan diri dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan dan kemasyarakatan
sehingga ikut membentuk dirinya dalam
kepemimpinan dan bekerja sama dengan berbagai unsur masyarakat. Ia
ikut menjadi pengurus Perhimpunan
Pelajar Indonesia di Tasmania. Pengurus dan bahkan Ketua Persekutuan Mahasiswa
Kristen di universitas. Dia juga sempat
menjadi pengurus Gereja setempat.
Salah satu aspek yang
menarik dari pembelajaran yang dialaminya di Australia adalah keharusan untuk kerja
praktik selama libur di bidang yang
sesuai dengan program studi. Kesempatan itu merupakan pengalaman yang
amat berharga selama 5 tahun bekerja
di berbagai tempat. Seperti bengkel
lokomotif, kantor perencanaan sistem komunikasi radio, instalasi
sistem komunikasi radio di
Tasmania. Perencanaan sistem komunikasi microwave di Tasmania dan di Melbourne, Australia.
Kembali Berbekal ilmu
yang diperoleh di universitas dan pengalaman kerja di berbagai bidang, Nathan kembali ke
Indonesia pada September 1969. Semula
ia berharap untuk mengabdi di lingkungan Perumtel (PT Telkom waktu
itu), namun akhirnya ia bergabung
tahun itu juga dengan Indosat (PMA), anak perusahaan International Telegraph & Telephone
(ITT). Sebuah perusahaan yang dibentuk
atas kerjasama AS-RI di bidang telekomunikasi.
Karirnya di lingkungan
Indosat, dimulai dari bawah, menarik kabel, memelihara perangkat komunikasi,
menginstalasi perangkat telekomunikasi,
dan pimpinan proyek stasiun bumi, sistem komunikasi kabel laut.
Hingga dalam waktu relatif singkat
meningkat ke jajaran manajemen sampai ia
menjadi pimpinan Indosat (PMA-ITT) pada usia yang masih sangat muda.
Selama Indosat masih
berada di lingkungan ITT dengan Kantor Pusat di New York, Parapak mendapat kesempatan
belajar dan membuktikan bahwa ia bisa
memimpin perusahaan yang berteknologi canggih, berskala intemasiona1.
Ia ikut merintis pembangunan Sistem
Komunikasi Kabel Laut ASEAN, Sistem
Komunikasi Kabel Laut ke Timur Tengah, Eropa dan Australia. Ia
segera mendapat kesempatan
mewakili perusahaan di berbagai pertemuan dan konferensi internasional, seperti di
International Telecommunication Union
(ITU), di Intelsat (International Satellite System), Inmarsat (International Maritime Satellite
System). Ia pun menjadi figur
internasional yang diperhitungkan dan diundang sebagai pembicara di berbagai konferensi dan seminar.
Tidak lama ia menduduki
posisi puncak di Indosat (ITT), pada tahun 1980 pemerintah memutuskan untuk membeli
seluruh saham Indosat. Keputusan
Pemerintah Indonesia ini sangat mengejutkan ITT, karena kontraknya seharusnya sampai tahun 1989. Sebagai
Pimpinan Puncak (Managing Director),
Parapak menghadapi dilema, kepentingan nasional atau kelanjutan kontrak
(perjanjian) yang sah.
Parapak mengambil
posisi bahwa kepentingan nasional, keputusan pemerintah harus didahulukan. Namun pembelian
seyogianya dilaksanakan dengan dasar win-win agar citra bangsa tetap
terpelihara. Parapak sangat terlibat dalam seluruh proses negosiasi yang akhirnya
dapat mempengaruhi manajemen ITT
untuk menerima keputusan Pemerintah. Parapak bekerja keras siang
malam, antara Jakarta dan New
York. Akhirnya dalam waktu singkat dicapai kesepakatan harga yang dinilai adil
untuk kedua belah pihak.
Indosat jadi BUMN Pada
akhir 1980, resmilah Indosat menjadi BUMN penyelenggara telekomunikasi internasional. Pada
akhir kesepakatan antara ITT dan
Pemerintah Indonesia, Parapak ditawari jabatan penting di ITT, dan pada waktu yang sama diminta oleh Pemerintah
Republik Indonesia untuk menjadi
Direktur Utama Indosat (BUMN) yang pertama. Parapak tanpa ragu-ragu memilih untuk menjadi Dirut Indosat
(BUMN), walaupun gaji dan remunerasi
yang ditawarkan jauh lebih rendah.
Di bawah
kepemimpinannya, Indosat mengalami transformasi manajemen, kultur perusahaan, pengembangan sumber daya
manusia. Indosat maju pesat dan
mendapat perhatian para pengamat dan para ahli manajemen, telekomunikasi nasional dan internasional. Sehingga
dalam waktu singkat Indosat menjadi
salah satu BUMN terbaik di Indonesia dan berulangkali memperoleh penghargaan nasional dan intemasional.
Melalui Indosat,
Parapak ikut berperan dalam pemilihan, penerapan dan pengembangan teknologi terkini dan
tepat guna baik dalam mengembangkan dan
memodernisasi layanan telekomunikasi maupun dalam manajemen
perusahaan. Selama memimpin
Indosat, Parapak juga ikut berperan pada berbagai organisasi internasional seperti
International Telecommunication Union (ITU), Intelsat, Inmarsat, ASEAN, APEC dan
lain-lain. Parapak mendapat kehormatan
menjadi anggota Dewan Gubernur Intelsat mewakili ASEAN. Bahkan
terpilih sebagai Wakil Ketua dan
Ketua Dewan Gubernur Intelsat pada tahun
1989-1990. Di ITU, Parapak sering diundang sebagai pembicara pada
berbagai konferensi dan seminar
internasional.
Ia bahkan dipilih
sebagai pimpinan beberapa kegiatan global seperti Ketua World Plan, Asia & Oceania,
Pimpinan/Ketua Konferensi Global Mobile
Personal Communication Satellite System, yang menghasilkan
kesepakatan dunia untuk memulai
sistem komunikasi bergerak melalui Satelit. Atas saran berbagai tokoh telekomunikasi dunia,
Parapak dicalonkan Pemerintah
Republik Indonesia untuk menjadi orang nomor satu di
pertelekomunikasian dunia, sebagai
Sekretaris Jenderal pada periode 1998-2003. Namun, krisis multidimensi melanda Indonesia,
sehingga citra Indonesia pada saat
pemilihan ikut mempengaruhi suasana pemilihan. Sehinga yang
terpilih adalah ca1on dari Jepang.
Sekjen Depparpostel
Parapak menjadi pimpinan puncak di Indosat sampai tahun 1991, pada saat itu ia diminta oleh Pemerintah melalui
Menteri Susilo Soedarman menjadi Sekretaris
Jenderal (Sekjen) Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Depparpostel). Kembali Parapak tanpa
ragu menerima tawaran tersebut
wa1aupun gaji dan remunerasi sangat kecil dibanding apa yang
diperoleh sebagai Dirut Indosat.
Ia pun tidak mempersoa1kan golongan yang diberikan, hanya III D, walaupun diberi pangkat
lokal IV D. Semua itu ia syukuri dan
terima sebagai kesempatan untuk mengabdi kepada bangsa dan negara. Parapak menjadi Sekjen Depparpostel hampir 8
tahun, suatu periode yang cukup lama,
mendampingi empat menteri, yaitu almarhum Susilo Soedarman, Joop Ave,
A. Latief dan Marzuki Usman.
Ka1au ia meningga1kan
Indosat sebagai Direktur Utama, dengan gedung Indosat yang megah, kinerja perusahaan
dan sumber daya manusia yang cukup
membanggakan, maka di Departemen Parpostel ia mulai pula dengan partisipasi dalam pembaruan dan
modernisasi. Selama jabatannya,
Depparpostel akhirnya memiliki kantor yang paling bergengsi di
Merdeka Barat, pengembangan sumber
daya manusia yang profesional melalui kerja sama dengan Bank Dunia, mendukung
menteri memajukan pariwisata Indonesia
pada pentas dunia. Ia juga mengembangkan konsep-konsep baru untuk reformasi sektor telekomunikasi dan pos
serta membina koperasi untuk
meningkatkan kesejahteraan pegawai.
Selama menjabat sebagai
Sekjen, Parapak juga dipercaya sebagai Presiden Komisaris PT Indosat dan PT Inti.
Sehingga ia termasuk sa1ah satu insan
telekomunikasi dan teknologi informasi yang dikaruniai kesempatan
mengabdi dan berperan pada seluruh
tatanan pembinaan dan pengelolaan telekomunikasi di Indonesia. Tak mengherankan apabila
sampai saat ini namanya masih
sangat terkait dengan modemisasi pertelekomunikasian di Indonesia.
Selepas menjabat Sekjen
Depparpostel dan Depparsenibud, ia masih berkiprah sebagai chairman dan Preskom di
beberapa perusahaan lingkungan Lippo –
AcrossAsia Multimedia (Indonesia). Antara lain di PT Broadband
Multimedia (Kabelvision), PT
AsiaNet Multimedia, PT Natrindo Selular (Lippo Telecom). Serta menjabat Wakil Rektor Universitas
Pelita Harapan.
Di sektor Pariwisata,
anak desa ini sangat terlibat dalam pengembangan berbagai konsep dan pemikiran yang
terkait dengan kepariwisataan nasional.
Antara lain gagasan bebas visa, Pariwisata Inti Rakyat, dan High Touch
& High Tech Tourism.
Salah satu aspek yang
selalu mendapat perhatian khusus Parapak adalah pengembangan sumber daya manusia.
Tampaknya pengalaman pribadinya sangat
berperan dalam memotivasinya untuk memajukan sebanyak mungkin anak
bangsa.
Di Indosat, masalah
pendidikan dan latihan sangat diberi prioritas sehingga profesional muda pun, kalau
dinilai siap, diberi tanggung jawab. Ia sendiri menjadi pimpinan puncak pada
saat berumur 36 tahun. Di
Depparpostel, ia gigih mendukung pembaruan, perluasan dan penyempurnaan pendidikan dan latihan. Ia ikut
mendirikan Akademi Pariwisata di Medan dan Makassar. Ia menggagas program beasiswa
untuk pendidikan telekomunikasi
dan teknologi informasi.
Ia juga menjadi
penggagas, penyantun Sekolah Menengah Umum unggulan di desa, dan selalu berusaha mengusahakan
beasiswa bagi anak-anak berprestasi
yang kurang mampu. Ia pernah mengajar di Universitas Indonesia,
Lemhannas, Universitas Pelita
Harapan. Ia anggota dan pimpinan Dewan Penyantun dari berbagai lembaga pendidikan. Tampaknya
baik dari aspek teknologi,
manajemen perusahaan, maupun administrasi pemerintahan, Parapak
melihat betapa strategisnya sumber
daya manusia profesional. Ia meyakini bahwa manusialah yang teramat penting,
menjadi subjek dan objek strategis dalam
seluruh upaya pembangunan.
Selain pendidikan formal,
Parapak juga mengikuti berbagai pendidikan khusus, di antaranya: Diploma
Management Problem Analysis & Decision Making pada Kepner -Trigoe Australia,
1974. Maret 1975, Diploma Affective
Management Communica- tion pada Tabbot Smith & Association. Mei-Juni
1975, Diploma Dynamic Management
for International Executives di University of Syracuse New York. Kemudian, Diploma
Management Seminar, Oktober 1976 pada Da1e Carnegie & Associates. Oktober
1978, Diploma Marketing pada ITf
-Communications Group New York. Dua tahun
setelah itu, ia memperoleh Sertifikat “Manajemen Keuangan” pada SGV Jakarta; Mendapat ranking No.1
Penataran Type A P-4, 1981; Mengikuti
Penataran Manggala P-4, 1995. Sejak 1970, aktif mengikuti berbagai
seminar manajemen telekomunikasi,
komputer, informasi, dan pariwisata di dalam dan luar negeri.
Memperhatikan jenjang
pendidikan forma1 dan pendidikan khusus yang pemah digeluti, Parapak bagaikan atlet yang
sukses berselancar di atas gelombang
perubahan. Penga1aman selaku atlet peselancar itu mewarnai kiprahnya
dalam berbagai tugas yang pernah
dan sedang diembannya.